[Movie Review] : NORDWAND a.k.a NORTH FACE

2:52 AM nmhana 0 Comments



Ceritanya, akhir-akhir ini saya sedang menggemari aktivitas mendaki gunung bersama teman-teman komunitas Pendaki Laka-laka. Dan dari situ saya tahu tentang film yang satu ini. Katanya ini film tentang pendakian salah satu puncak di Pegunungan Alpen. Puncak Eiger. Awal mendengarnya, saya langsung teringat salah satu brand produk outdoor dari Indonesia yang sudah go international. Bahkan ketika tahu judul film tersebut dalam Bahasa Inggris, yaitu North Face, saya juga tahu kalau itu adalah salah satu brand produk outdoor yang pasti sudah tak asing di telinga para aktivis gunung. 
Tapi di sini kita tidak akan membahas tentang brand peralatan outdoor. Kita akan membahas tentang sebuah film yang sudah pasti tak asing bagi para aktivis di alam bebas, khususnya bagi para pecinta gunung.

Film ini mengisahkan tentang penyelenggaraan olimpade oleh Pemerintah Jerman. Olimpiade kali ini berbeda dari olimpiade-olimpiade lainnya. Cabang yang dilombakan pun bukan lari atau berenang, apalagi catur. Menaklukkan puncak Eiger di Pegunungan Alpen, itulah tantangan yang harus ditaklukan oleh para peserta olimpiade. Gelar pahlawan akan disandang oleh mereka yang mampu mencapai puncak pertama kali.


Berita tentang penyelenggaraan olimpiade tersebut langsung disebar luaskan ke penjuru Eropa. Sementara Pemerintah Jerman sendiri langsung mencari pendaki yang akan mewakili negaranya. Luise Fellner yang bekerja di sebuah kantor surat kabar kemudian meperkenalkan dua sahabatnya dalam sebuah rapat pencarian kandidat atlet pendaki. Mereka adalah Andi Hinterstoisser dan Toni Kurz. Luise yang tahu banyak tentang dua pendaki tersebut akhirnya diutus untuk menemui dua sahabat lamanya.

Begitu Luise menjelaskan maksud kedatangannya, Andi nampak antusias untuk dapat ikut dalam olimpiade tersebut. Baginya, ada kebanggaan tersendiri andai bisa mencapai puncak Eiger. Sedang bagi Toni, bukan itu makna dari sebuah pendakian. Toni menganggap bahwa dia mendaki bukan untuk siapa-siap. Dia mendaki untuk dirinya sendiri, bukan untuk mendapat penghargaan dari orang lain. Dan baginya olimpiade seperti itu sama halnya dengan perjudian yang menjadikan nyawa sebagai taruhannya.

Perselisihan di antara Toni dan Andi membuat Luise memutuskan kembali ke kantor dan mengabarkan bahwa dua sahabatnya batal mengikuti olimpiade tersebut.

Ketika Andi telah memutuskan untuk mengikuti olimpiade itu sendirian, Toni mulai menyadari, ia salah besar ketika mengatakan bahwa dia mendaki hanya untuk dirinya sendiri. Ia bahkan lupa pada sosok Andi yang selalu menyertai perjalanannya dari satu puncak ke puncak yang lain. Saat itulah Toni berubah pikiran. Ia pun memutuskan untuk ikut serta bersama Andi dalam olimpiade tersebut. Bahkan meski keduanya harus dikeluarkan dari pekerjaan.


Andi dan Toni mulai mempersiapkan segala peralatan untuk pendakian. Dan begitu tiba di tempat perkemahan para peserta olimpiade, Andi bertemu dengan Luise. Akhirnya Andi dan Toni sebagai perwakilan dari Jerman diundang untuk menghadiri acara makan malam.


Pada acara makan malam mewah tersebut, Toni menunjukkan ketidaksukaannya pada rekan kerja Luise. Sesekali ia menunjukkan kecemburuan atas sikap pria paruh baya itu pada sahabat perempuannya. Bahkan karena kurang menyukai suasana makan malam hari itu, Toni memutuskan untuk langsung kembali ke tenda.



Pada malam sebelum memulai pendakian, Toni datang menemui Luise di kamarnya. Ia menyerahkan buku perjalanan yang biasanya selalu dibawa kemanapun pergi. Luise menolak untuk menyimpan buku tersebut karena Toni selalu mencatat semua pendakian yang dilakukannya. Tapi Toni menyampaikan bahwa dia ingin Luise menjaga buku tersebut. Ada sedikit kekhawatiran kalau buku tersebut akan hilang. Apalagi tasnya sudah terlalu berat oleh peralatan gunungnya. Akhirnya Luise menerima buku tersebut, dan ia menunjukkan betapa besar harapannya agar Toni dapat kembali setelah mengikuti olimpiade ini.


Toni dan Andi memulai pendakian ketika peserta yang lain masih tertidur. Melalui jalur yang dibuat sendiri, mereka berhasil unggul dari pendaki lain. Biarpun ini adalah sebuah kompetisi, tapi keduanya tak bisa menolak ketika ada pendaki lain yang meminta bantuan. Akhirnya dua pendaki lainnya juga ikut melewati jalur yang dibuat Toni dan Andi.


Cuaca yang buruk menyebabkan pendakian jadi penuh tantangan. Bahkan ada salah satu pendaki dari tim lain yang tertimpa reruntuhan batu hingga mengalami luka parah. Untuk menyelamatkan nyawa pendaki tersebut, Toni memutuskan untuk kembali turun. Tapi keputusan tersebut ditolak Andi. Ia sangat ingin sampai di puncak. Karena baginya, puncak Eiger adalah satu tujuan yang benar-benar ingin dicapainya. Dan setelah melalui perdebatan panjang, mereka pun memutuskan untuk menyudahi perlombaan tersebut.




Kedua tim bergabung dan mulai menyusuri bebatuan terjal berselimut salju untuk mengevakuasi korban. Badai yang tak kunjung reda menyebabkan salju longsor hingga menyeret Toni, Andi dan dua pendaki lainnya. Keadaan semakin tak memungkinkan bagi mereka untuk bertahan. Ketika sebuah piton tak mampu lagi menaham berat tubuh mereka, Andi memutuskan untuk memotong tali dan membiarkan dirinya jatuh hingga ke dasar lereng. Dua pendaki lainnya pun sudah meninggal karena terkena benturan tebing. Melihat sahabat yang rela mati untuk menyelamatkan nyawanya, membuat Toni berusaha sekuat tenaga untuk bertahan di tengah badai. Ia tak ingin pengorbanan sahabatnya terbuang sia-sia.



Begitu olimpiade diberhentikan, Luise langsung meminta bantuan kepada tim SAR untuk menyelamatkan Toni. Namun usaha tersebut gagal. Keterbatasan alat dan kondisi cuaca tidak memungkinkan bagi tim untuk menyelamatkan Toni. Ia pun meninggal di tengah usahanya untuk menyelamatkan diri.



Melihat kematian Toni di depan matanya, membuat Luise tak dapat memendam kesedihan. Masa itu adalah masa yang sangat berat baginya. Melihat sahabat sekaligus orang yang dicintainya harus pergi. Di antara keterpurukannya, Luise meyakini, bahwa ketika ia melihat sebuah gunung, maka saat itulah ia meyakini keberadaan Toni bersamanya.

Bagi sahabat pecinta gunung pasti bisa mendapatkan banyak pelajaran dari film ini. Setidaknya kita tahu, bahwa dalam mendaki gunung, selain mengutamakan keselamatan, kita juga harus mampu mengontrol emosi dalam segala keadaan. Ada banyak sekali hal tak terduga yang mungkin terjadi saat melakukan pendakian. Dan jika pada akhirnya harus diambil satu keputusan, maka kita harus mengambil satu keputusan yang bijak. Pokoknya, film ini recommended banget untuk ditonton bagi teman-teman pecinta gunung. 

0 comments:

Silakan tinggalkan komentar. Boleh kritik, saran atau apapun.. Jangan lupa untuk selalu menggunakan kata-kata yang santun. Terima kasih.